Seiring berjalannya waktu, tak terhindarkan bahwa setiap masa jabatan di pemerintahan akan berakhir. Ini berlaku tidak hanya untuk pejabat negara biasa, tetapi bahkan untuk presiden sekalipun. Ketika masa jabatannya berakhir, mereka harus memberi jalan pada calon pemimpin baru yang akan menggantikan posisi mereka. Namun, fenomena cawe-cawe yang seringkali kita saksikan mengungkapkan bagaimana beberapa pejabat negara, termasuk presiden, sibuk mencari dan mempromosikan calon pemimpin baru. Mereka melakukan ini dengan alasan-alasan yang mungkin tersembunyi di balik ambisi mereka selama masa jabatan di pemerintahan.
Namun, tindakan-tindakan mereka tidak selalu terlihat jujur atau transparan. Spekulasi pun bermunculan, bahwa di balik upaya mencari pemimpin baru ini tersimpan maksud tertentu yang mencurigakan. Beberapa mungkin mencoba menutupi jejak kejahatan atau tindakan korupsi yang mereka lakukan selama menjabat, dengan harapan bahwa pemimpin baru yang mereka pilih akan menjadi pelindung mereka dari penyelidikan lebih lanjut.
Selain itu, ada juga kasus di mana pejabat yang masih berkuasa berusaha mengatur pemilihan pemimpin selanjutnya agar mendukung calon yang bisa mereka kendalikan sepenuhnya. Dengan cara ini, mereka dapat terus mempengaruhi kebijakan dan keputusan politik tanpa harus secara resmi berkuasa.
Tidak ketinggalan, ada pejabat yang sangat khawatir kehilangan kekuasaan ketika masa jabatannya berakhir. Oleh karena itu, mereka mencari calon pemimpin yang bisa mereka kendalikan sepenuhnya, dengan harapan dapat mempertahankan pengaruh mereka di pemerintahan.
Lalu, ada juga pejabat yang memiliki bisnis atau koneksi dengan kelompok ekonomi tertentu. Mereka mungkin ingin memastikan bahwa pemimpin selanjutnya tidak akan mengancam bisnis mereka atau mengungkap praktik-praktik korupsi yang telah terjadi. Oleh karena itu, presiden dan pejabat lainnya mencari calon yang akan melindungi kepentingan mereka dengan setia.
Tak ketinggalan, ada juga yang mencoba membawa anggota keluarganya ke dalam dunia politik dengan mendukung mereka menjadi pemimpin selanjutnya. Hal ini dapat memastikan bahwa kekuasaan dan pengaruh keluarga tersebut tetap terjaga.
Contoh yang menonjol adalah langkah Presiden Jokowi yang terlibat dalam cawe-cawe terkait pemilihan pemimpin berikutnya. Ini memunculkan pertanyaan tentang motif dan tujuannya, yang mungkin lebih terkait dengan kepentingan pribadi daripada dengan demokrasi dan kesejahteraan rakyat Indonesia.
Ada kekhawatiran bahwa Presiden Jokowi berusaha memastikan proyek Ibu Kota Negara (IKN) baru tetap dikerjakan oleh Tenaga Kerja Asing (TKA) China. Hal ini terlihat dari penyewaan tanah seluas 34.000 hektar kepada warga negara China selama 190 tahun, sementara rakyat Indonesia harus membayar sewa untuk pengerjaan proyek IKN kepada negara China.
Kemudian, syarat tambahan yang mewajibkan warga Indonesia untuk mempelajari bahasa Mandarin di sekolah-sekolah telah memunculkan kekhawatiran lebih lanjut. Proyek ini memiliki alokasi tanah yang sangat besar, sehingga dapat menampung hingga 100 juta warga negara China. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa suku Dayak dan kelompok masyarakat pribumi lainnya dapat terpinggirkan, serupa dengan apa yang terjadi pada suku Aborigin di Australia.
Selanjutnya, jika masa sewa selama 190 tahun ini terpenuhi, maka status warga negara Indonesia bisa menjadi pertanyaan serius. Secara keseluruhan, situasi ini menimbulkan keraguan terkait nasionalisme Presiden Jokowi dan dampaknya bagi Indonesia.
Meskipun mencari pemimpin baru adalah bagian sah dalam sistem politik Indonesia, kita harus selalu waspada terhadap praktik-praktik tersembunyi yang mungkin ada di baliknya. Transparansi, integritas, dan partisipasi aktif masyarakat dalam proses politik sangat penting untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil dan pemimpin yang dipilih benar-benar melayani kepentingan rakyat, bukan golongan. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang kemungkinan maksud tersembunyi di balik cawe-cawe ini, kita dapat lebih kritis dalam menilai tindakan pejabat negara dalam mencari pemimpin selanjutnya.